SEMANA
SANTA
TRADISI
BUDAYA DAN AGAMA
Prakata
Pertama-tama kami atas nama kelompok
CSsR I memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan karena selama satu semester ini
kami bisa menempuh matakuliah Sosiologi Agama dan Metode Penelitian sampai pada akhir semester
dengan baik.
Yang berikutnya juga kami haturkan
limpah terima kasih kepada Rm. Dr. Budi Susanto, SJ. sebagai dosen pengampu
kedua matakuliah ini yang telah memberikan pandangan dan pengajaran tentang apa
dan bagaimana itu Sosiologi Agama dan Metode Penelitian kepada kami. Juga
terima kasih karena telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengadakan
penelitian tentang tradisi Semana Santa yang ada di Kota Larantuka, Flores Timur
sehingga kami semakin mengenal dan mendalami Semana Santa itu sendiri.
Juga kami haturkan limpah terima kasih
kepada para narasumber yang telah bersedia meluangkan waktu dan kesempatannya
untuk berdialog dan bertukar pikiran dengan kami dalam membantu data-data untuk
menyelesaikan paper penelitian ini. Dan juga kami haturkan limpah terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan paper
penelitian kami ini. Tak ada yang lebih istimewah selain ucapan terima kasih
dan semoga rahmat Tuhan selalu melimpah atas kita sekalian.
Semoga hasil penelitian kami ini dapat berguna bagi semua pihak yang
berkepentingan dan jika ada kekurangan yang diakibatkan oleh kekeliruan
peneliti mohon dimaafkan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pekan Semana Santa merupakan tradisi bagi umat katolik
di Larantuka, sebuah kota kecil di ujung pulau Flores Nusa Tenggara Timur
ternyata menyimpan sejuta misteri. Ritual religius umat katolik yang terjadi
rutin setiap tahun menjelang perayaan Paskah yang menyedot perhatian ribuan
peziarah untuk datang ke kota Reinha Rosari Larantuka itu, kini memasuki usia 5
abad pada tanggal 07 Oktober 2010. Prosesi Semana Santa yang dirangkaikan
dengan mengarak patung Tuan Menino dan Tuan Ma hingga puncak perayaan paskah
itu, masih menyisahkan sejumlah misteri yang hingga kini masih menyisahkan
banyak pertanyaan tentang sejarah Tuan Ma.
Tradisi keagamaan
turun temurun setiap menjelang Paskah yang memasuki usia 500 tahun itu,
tak terlepas dari ritual mengarak Tuan Ma (Patung Bunda Maria) yang disertai Tuan
Menino (Arca Yesus Kristus) mengelilingi kota Larantuka pada hari Jumat Agung.
Kota Larantuka sejak dahulu dijuluki sebagai kota Reinha Rosari yang merupakan
tonggak sejarah ditemukan patung Tuan Ma pada lima abad lalu. Melihat suatu
ritus dan budaya yang unik, menarik dan yang banyak mengandung pesan religius ini menjadi sangat menarik
bagi kami untuk meneliti lebih
mendalam sekaligus memperkenalkan tradisi Semana Santa
ini kepada dunia. Oleh karena itu, dalam paper ini kami pun coba
mengulas sejarah Tuan Ma dan pekan Semana Santa yang dirangkaikan dengan prosesi
Jumat Agung setiap tahun.
1.2 Rumusan Masalah
Ø Apa
pesan religius yang didapatkan
dari ritual Semana
Santa
ini?
Ø Apa
dan bagaimana pengaruh ritual ini kepada masyarakat Flores Timur dan para
pesiarah yang berasal dari luar Flores Timur?
Ø
Bagaimana ritual ini mempengaruhi budaya
masyarakat Flores Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
1)
Makna
penting dalam penelitian kami bagi kehidupan sosial adalah untuk melihat dan
mendalami simbol-simbol yang dipercayai sebagai titik persamaan iman atau
kepercayaan suatu warga agama setempat juga bagi orang lain yang digunakan
dalam upacara keagamaan (khususnya dalam tradisi Semana Santa) sebagai ungkapan
iman umat. Pendalaman terhadap simbol-simbol yang telah menciptakan perasaaan
dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak menghilang dalam diri
seseorang karena hal ini diturunkan secara turun-temurun agar setiap generasi
dapat mengenalnya dengan baik.
2)
Dalam penelitian ini juga tujuan kami
adalah seperti yang telah diangkat pada permasalah, yaitu untuk menganalisis
pengaruh-pengaruh
sosial, budaya, politik dan agama bagi kehidupan masyarakat Flores Timur.
1.4
Kegunaan Penelitian
Ø Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat Flores Timur dalam menjaga dan
melestarikan kekayaan tradisi dan budaya religius dalam menghadapi perkembangan zaman.
Ø Diharapkan dapat memberi masukan kepada siapa saja
yang ingin berkunjung ke Flores Timur dalam rangka mengikuti prosesi Semana
Santa sehingga dapat memberikan pemahaman awal tentang Semana Santa.
1.5 Metodologi
Penyusunan Laporan Penelitian
Dalam penyusunan laporan penelitian ini kami
menggunakan beberapa sumber dan landasan teori:
Ø Observasi
Ø Wawancara
o
Dengan
beberapa narasumber yang juga merupakan orang-orang yang mempunyai kedudukan
dalam ritual Semana Santa .
o
Dengan
beberapa orang yang berasal dari luar Flores Timur yang pernah mengikuti
upacara Semana Santa.
Ø Studi pustaka.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Selayang
Pandang Larantuka
v Letak geografis
Kabupaten
Flores Timur yang beribukota Larantuka merupakan sebuah kabupaten kepulauan
yang unik dan kaya akan budaya dan adat istiadat yang khas. Dikatakan unik
karena terdiri dari tiga pulau yakni; pulau Adonara, Pulau Solor dan Pulau
Flores bagian timur. Wilayah kabupaten ini sendiri berbatasan langsung dengan,
sebelah utara Laut Flores, sebelah selatan Laut sawu. Luas daratan Flores Timur
1.812,85 km2, yang terdiri atas 58,85 % luas Flores Timur daratan, 28,67 % luas
Pulau Adonara dan 12,48% luas Pulau Solor. Kondisi topografinya bergunung dan
berbukit dengan kemiringan ± 40%. Klimatologi yang kurang bersahabat, curah
hujan yang minim mengakibatkan pertanian sulit untuk dikembangkan. Walau
kondisi alam seperti ini namun penduduk Larantuka tidak “kering” seperti
alamnya. Orang-orangnya bersahabat dan ramah. Mereka tetap bahagia karena
mereka yakin bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan mereka sendirian. Kota
Larantuka sendiri berada di bawah kaki Gunung Mandiri (Ile Mandiri) dengan
ketinggian ± 3500m dan ± 3m di atas permukaan laut[1].
v Keadaan penduduk
Masyarakat Flores
Timur adalah masyarakat yang plural. Hal ini berarti
bahwa masyarakat Flores Timur tidak
semua memeluk agama Katolik, tetapi ada yang Islam, Protestan dan Hindu. Walau berbeda-beda agama namun keakraban
dan keharmonisan tetap terjalin dengan baik. Konflik antar agama tidak pernah
terjadi karena setiap orang menghargai satu dengan yang lainnya.
Jumlah penduduk,
boleh dibilang cukup padat. Pada tahun 1999 jumlah penduduk sebanyak 192.196
jiwa, dengan perincian 44,75% laki-laki dan 54,35% perempuan yang yang terdiri
dari 88.714 kepala keluarga, dengan rata-rata setiap keluarga 3 jiwa. Penyebaran penduduk di sana tidak
merata, paling padat di kecamatan Adonara Timur, yakni 197 jiwa setiap km2 dan
paling sedikit di kecamatan Tanjung Bunga[2].
Jumlah penduduk pada tahun 2012 ini tidak jauh berbeda dengan tahun 1999. Lonjakan yang tidak
berarti membuat daerah-daerah di Flores Timur tetap aman dan nyaman.
Mata
pencaharian utamanya adalah pertanian. Sektor ini memberi kontribusi terbesar
dalam APD (Anggaran Pendapatan Daerah), sebesar 34,53% dengan angka pertumbuhan
5,85%. Komoditi unggulan pertanian di sana adalah jambu mete. Hal ini dapat
dilihat, pada tahun 2003 angka produksi mencapai 5.883.652,00 kg. Dan pada
tahun 2009 mengalami peningkatan 14% sehingga angka produksinya, 6.730.131,00
kg. Karena angka pertumbuhan yang luar biasa ini maka patut dikembangkan untuk
kesejahteraan masyarakat kabupaten Flores Timur.
2. Analisis dan Pembahasan
Bagian ini merupakan bagian inti dari penelitian
kami. Kami berusaha untuk memaparkan apa dan bagaimana Semana Santa itu,
sehingga menjadi suatu ritual yang sangat istimewah hingga saat ini.
2.1 Sejarah Singkat Semana Santa
Semana
berarti pekan dan santa berarti suci.
Jadi secara etimologi,
semana santa berarti pekan suci. Semana santa ini dimaknai secara berbeda. Dalam masa Semana Santa ini ada
berbagai macam ritus keagamaan
yang dilaksanakan.
Istilah Semana Santa ini
juga
muncul karena ada berbagai macam kegiatan selama sepekan itu. Ada pun kegiatan
yang dijalankan selama
itu adalah sebagai berikut: mengaji Semana Santa atau berdoa, cium Tuan Ma,
Tuan Ana, dan prosesi Jumat Agung
dan masih ada banyak kegiatan lain pula, seperti: prosesi bahari
(perarakan Tuan Menino), cium Tuan Bediri, prosesi pengantaran kembali patung
Tuan Ma dan Tuan Ana.
Di dalam
berbagai kegiatan semana Santa ini, yang menjadi puncaknya adalah Prosesi Jumat
malam (perarakan patung Tuan Ma dan Tuan Ana) mengelilingi kota Larantuka.
Untuk lebih mengenal semana Santa kita pelu mengenal terlebih dahulu asal-usul
Tuan Ma dan Tuan Ana.
a) Versi
Bahasa Nagi
I
Dikisahkan
pada suatu waktu terjadilah banjir besar di Malaka, Gereja bersama isinya habis
disapu banjir ke laut. Semua barang dibawa
arus, sampai ada yang terdampar di pantai Larantuka. Waktu itu ada seorang anak
tuan tanah bernama Yoan Resiona. Ia pergi ke pantai, membawa anak panah dan
busur untuk mencari ikan.
Tiba-tiba ia melihat sebuah barang terdampar di pantai. Ternyata barang itu
adalah patung Bunda Maria.
Ia
kembali ke darat memanggil orang Nagi untuk mengangkat barang itu. Namun karena
orang Nagi saat itu belum mengenal agama dan pernak-perniknya maka orang Nagi
tidak tahu bahwa barang itu adalah patung Bunda Maria. Mereka hanya berpikir bahwa
barang itu keramat. Dan mereka membawa patung itu dari pantai menuju ke Korke (tempat
pelaksanaan kegiatan agama asli), dekat rumah tuan
tanah. Mereka menghantar dengan membunyikan gong dan gendang masuk ke Korke
sambil menari. Sejak saat
itu, nagi menjadi aman. Jagung, padi bertumbuh subur. Orang mengail menjala dan selalu mendapat ikan.
Kemudian
datanglah orang Portugis bersama imam-imam dari ordo Dominikan ke kota Larantuka untuk mulai
menyebarkan agama
Kristen. Resiona bersama orang-orang Nagi membawa mereka ke Korke. Maka
terkejutlah orang-orang Portugis dan imam-imam tersebut saat mereka melihat
patung di dalam
Korke itu. Mereka terheran-heran, sebab ternyata patung itu adalah patung yang
dulu pernah mereka
lihat di Malaka. Lalu mereka memberi keterangan dan mengajak Resiona bersama
orang Nagi memeluk agama Katolik. Sejak saat itulah, orang Nagi memberi nama
patung itu dengan sebutan TUAN MA.
b)
Versi
Bahasa Nagi II
Dikisahkan
pula pada
suatu hari Yoan Resiona pergi ke pantai, membawa anak panah dan busur untuk
mencari ikan. Ia mengangkat mata memandang ke laut, tiba-tiba ia melihat
seorang sedang datang mendekatinya. Semakin dekatlah seorang itu kepadanya
lantas sangat terkejutlah
ia karena yang dilihatnya itu ialah seorang gadis yang sungguh cantik, lalu
Resiona melihat
gadis itu menulis namanya di pasir dengan kulit siput.
Sesudah
itu Resiona kembali dan memberitahukan kejadian itu kepada Pastor, sebab di
kala itu hanya pastor yang bisa membaca dan menulis maka keduanya pun langsung
pergi ke pantai. Tulisan itu adalah “AKULAH REINHA ROSARI”. Keduanya langsung mencari gadis itu namun mereka
tidak menemukan
siapa-siapa. Tetapi mereka hanya menemukan sebuah patung kata Resiona kepada pastor itu,”Wajah
gadis yang menulis tadi serupa dengan patung ini”.
Mereka
membawa patung itu dan menyimpannya di sebuah rumah dekat rumah Resiona.
Resiona memohon kepada pastor untuk memberkati patung itu dan sejak saat itu orang Nagi hidup aman
sentosa, hasil kebun melimpah rua, dan hasil tangkapan di laut pun melimpah.
2.3
Prosesi
Semana Santa
Pengalaman
mengikuti upacara semana santa sungguh terasa menarik bagi kalangan peziarah
yang datang untuk mengikutinya. Salah seorang peziarah yang berdomisili di
Yogyakarta, Bapak Kristoforus Tedjokusumo mengatakan bahwa sejak ia diajak
oleh Bapak Felix Fernandez untuk ikut prosesi di Larantuka, ia sungguh mengalami suatu peristiwa yang sulit
dimengerti. Sebab setelah mengikuti prosesi itu, ia merasakan bahwa doa-doanya
sungguh dikabulkan, pekerjaannya berjalan lancar dan banyak
halangan berat bisa diatasinya.
Ia
merasa sangat berhutang
budi kepada Tuan Ma, maka ia
berjanji
sebelum ia
meninggal ia
harus pergi mengunjungi Tuan Ma sekali lagi dan kalau diperkenankan, bisa lebih dari satu kali. “Kami datang ke Larantuka untuk
bersyukur, menyerahkan suka-duka hidup kami dalam tangan Bunda Maria, semoga
anak keturunan kami terlindung dari
segala marah bahaya dan hidup bahagia serta
selalu berbuat baik untuk negara dan Gereja”. Demikianlah ungkapan harapan Bapak Tedjokusumo
selanjutnya setelah ia mendapat pengalaman yang menggembirakan dalam hidupnya.
Tak sama dengan Bapak Tedjokusumo,
salah seorang tokoh yang punya peran penting dalam upacara semana santa
mengatakan hal yang berbeda. Dalam wawancara dengan bapak Fransiskus Diaz, yang
juga adalah seorang Konfreria (suatu
kelompok religius awam untuk laki-laki) yang
berdomisili di Paroki San Juan Lebao, ia mengatakan bahwa upacara Semana Santa
yang ada di Kota Larantuka ini semakin lama semakin mengalami pergeseran.
Mungkin karena perkembangan zaman atau karena kesibukan lain sehingga membuat
orang mengikuti hanya asal-asalan saja, sehingga rasanya makna dari upacara ini
kurang begitu dihayati. Dalam wawancara ini bapak Fransiskus menjelaskan proses
kegiatan Semana Santa ini dengan cukup baik dan ia berharap agar berguna bagi
banyak orang, khususnya anak-anak muda di kota Larantuka sendiri. Berikut ini
adalah penjelasan Bapak Fransiskus tentang pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan
selama Semana Santa itu berlangsung.
Dalam upacara semana santa ini ada
berbagai rangkaian kegiatan yang dilakukan, mulai dari Rabu trewa sampai dengan malam paskah
misalnya:
a)
Rabu
Perlu
diketahui bahwa pada hari Rabu Abu, para konfreria setelah menerima abu, mereka wajib mengadakan pembukaan Pengajian sebagai tanda
dimulainya mengaji oleh suku-suku Semana. Beberapa suku yang mempunyai peranan penting dalam
Semana Santa, antara lain; suku Kabelen,
Suku Lewai, Suku Raja Ama Koten (Diaz Viera Da Godinho), Suku Kea Alyandu, Suku
Ama Kelen De Rosary, Suku Maran, Suku Sau Diaz, Suku Riberu Da Gomes, Suku
Lamuri, Suku Mulowato, Suku Lewerang dan suku Kapitan Jentera[4].
Seluruhnya
ada tiga belas suku.
Upacara
pengajian ini dilakukan selama masa prapaskah sampai dengan hari rabu dalam
pekan suci.
Pada
hari rabu dalam pekan puncak atau yang biasa dikenal dengan nama Rabu Trewa
(Rabu Berkabung) rabu sebelum kamis putih, sekitar jam 07.00 diadakan Pengajian
Penutup di Kapela Tuan Trewa. Penanggungjawab pengajian ini adalah suku Kapitan
Jentera (suku Fernandez Aikoli), yang juga sebagai pemilik patung Trewa (Tuan
Trewa).
Pada
pukul 10.00 masyarakat kelurahan Larantuka
mulai mengarahkan perhatiannya ke Tori Tuan Trewa karena di sini akan diadakan
pembukaan pintu Tori oleh kepala
suku Fernandez Aikoli. Setelah seremoni dan Muda Tuan (patung dimandikan) oleh kepala suku, pada hari berikutnya patung
Tuan Trewa kemudian ditakhtakan untuk masyarakat umum. Patung Tuan Trewa
memperlihatkan Yesus yang dirantai sambil mengenakan mahkota duri serta darah
mengalir di wajahnya. Dalam
kegiatan ini dilaksanakan kegiatan doa bergilir semalam
suntuk di Tori ini hingga perarakannya pada Jumat sore ke armida IV yang
berjarak sekitar 60 m.
Pada
malam rabu trewa ini juga seluruh kota Larantuka terdengar gaduh di mana-mana
dengan memukul drum, menarik seng di jalan-jalan dan sebagainya sebagai tanda
untuk mengingatkan kita akan gaduhnya prajurit dan serdadu memasuki Taman
Getzemani menangkap dan menyeret Yesus.
b)
Kamis
Putih
Pada
hari kamis ini,
ada berbagai kegitan yang
dilakukan.
Mulai dari pemasangan turo (pagar
lilin di sepanjang rute prosesi), pembukaan kapela-kapela secara resmi dilanjutkan dengan penciuman
patung-patung. Upacara ini pun dilakukan dalam suasana hening dan khusuk. Seluruh
sudut kota Larantuka mengalami kebisuan, segala kesibukan dihentikan
dan bebagai tindakan yang menghasilkan bunyi-bunyi ditiadakan. Hari ini juga
dinamakan sebagai hari bae (hari
untung) karena Tuhan bersedia datang mengunjungi Kota Larantuka.
Acara
pemasangan turo dilakukan pada pagi-pagi benar sebelum kapel-kapel dibuka pada
jam 09.00, karena semua wajib menyaksikan pembukaan kapel oleh raja Larantuka.
Setelah itu upacara penciuman dimulai. Semua patung dibuka untuk umum, namun
tidak boleh mendahului patung Tuan Ma dan Tuan Ana. Patung-patung itu misalnya,
Tuan Ma, Tuan Ana, Tuan Menino,
Tuan Bediri, Tuan Terewa dan patung-patung kecil lainnya. Semua kegiatan
penciuman ini dilakukan dengan tenang.
c)
Jumat
Agung
Hari
ini adalah puncak dari semua kegitan Semana Santa, karena pada hari ini akan
diadakan prosesi mengelilingi kota Larantuka. Namun sebelum mengadakan prosesi
pada malam hari, ada berbagai kegiatan dilakukan. Misalnya, melanjutkan upacara
penciuman, pemasangan lilin di jalur prosesi, pembuatan Armida, berdoa di kubur dan salah satu kegiatan yang menarik adalah
prosesi bahari (prosesi
laut di selat Gonsalu). Prosesi ini merupakan prosesi perarakan Tuan Menino dari rumah-Nya yang berada di ujung
kota Larantuka menuju Armida-Nya di jalur perarakan. Upacara ini unik karena
dilakukan di laut dan semua jenis kapal motor, perahu, dan berbagai jenis
lainnya wajib mengikutinya.
Pada
sore harinya semua berbondong-bondong pergi ke kuburan untuk menyalakan lilin dan berdoa.
Ini dilakukan agar para arwah pun turut mengikuti upacara ini. Setelah itu pada
jam 18.00 prosesi dimulai, dibuka dengan nyanyian Lamenatasi yang dibawakan
oleh Konfreria[5].
Prosesi dimulai di Gereja Katederal dan berakhir pula di Gereja Katederal. Menariknya
adalah kita melihat orang dengan jilbab dan peci pun berada di sepanjang perarakan ini.
Mereka hadir untuk menjadi penjaga keamanan selama prosesi berlangsung. Hal ini
memang tidak asing karena memang di Larantuka hidup rukun antar umat beragama
sungguh baik.
Dalam
prosesi ini ada delapan armida disinggahi. Delapan armida itu adalah:
Misericordiae, Tuan Meninu, St. Philipus, Tuan Terewa, Mater Dolorosa, Kuce dan
armida Tuan Ana[6]. Menurut
bapak Kristiforus Tedjokusumo, setiap persinggahan diadakan pembacaan Kitab
Suci dan menyanyikan lagu Ovos. Ketika ditanya mengapa dibacakan Kitab Suci di
setiap perhentian, ia menjelaskan bahwa karena di setiap perhentian itu ada
patung-patung yang melambangkan penderitaan Kristus sehingga diadakan pembacaan
kisah-kisah yang berkaitan dengan penderitaan Kristus. Karena ada delapan armida yang harus disinggahi maka biasanya
upacara prosesi ini berakhir kira-kira jam 04.00-05.00 pagi.
d)
Sabtu
Pada
hari ini tidak ada kegiatan yang lebih istimewa karena upacara puncak semana
santa berpuncak pada
hari Jumat (kemarin). Pada hari ini semua
patung diarak kembali ke rumahnya
masing-masing. Sesuai tradisi sebelum patung Tuan Ma dan Tuan Ana masuk ke rumah mereka, semua patung kudus
lainnya sudah harus masuk rumah kediamannya masing-masing kecuali patung Tuan
Menino
yang masih berada dalam perjalanan di selat Gonsalu. Setelah pengembalian semua
patung ke rumah mereka, semua umat mulai bersiap-siap untuk mengikuti perayaan
Ekaristi Malam Paskah sebagai sumber dan puncak iman.
3. Pengaruh Semana Santa dalam Hubungan
dengan Keadaan Kota Larantuka
3.1
Semana Santa dalam Hubungannya dengan Agama dan Budaya
Dalam
kegiatan Semana Santa ini, dapat dikatakan bahwa agama dan budaya sulit untuk
dipisahkan. Artinya bahwa keduanya saling berkaitan dan mendukung satu dengan
yang lainnya. Di sini terjadi inkulturasi budaya dalam upacara keagamaan. Kebudayaan oleh Clifford Geertz digambarkan sebagai
sebuah pola makna-makna (a pattrn of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam
simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani pengetahuan mereka tentang
kehidupan dan mengekspresikan kesadaran mereka melalui simbol-simbol itu.
Sedangkan Agama digambarkannya sebagai suatu sistem simbol yang bertujuan untuk
menciptakan perasaan dan motifasi yang kuat, mudah menyerah dan tidak mudah hilang
dalam diri seseorang dengan cara membentuk sebuah konsepsi tentang sebuah
tatanan umum, eksistensi dan melekatkan konsepsi ini kepada pancaran-pancaran faktual dan
pada akhirnya perasaan dan motifasi ini akan terlihat sebagai suatu realitas
yang unik[7].
Semana
Santa adalah suata budaya yang ada di Larantuka yang merupakan peninggalan
Portugis. Budaya ini dilestarikan dan dijalankan hingga kini karena di dalamnya
terkandung unsur religius, unsur agama yang kuat. Demikian pula sebaliknya ritual merupakan salah satu kegiatan
keagamaan yang dilakukan berulang-ulang, salah satunya adalah Devosi. Upacara
Semana Santa ini merupakan suatu kegiatan devosi pada Bunda Maria Mater
Dolorosa. Dapatlah
dikatakan bahwa kebudayaan masyarakat Larantuka itu juga menyatu dengan
kegiatan Agama. Jadi dalam kegiatan Semana
Santa ini budaya dan Agama saling melengkapi dan menyatu.
3.2 Semana Santa dalam Hubungannya dengan Ekonomi dan Politik
a.
Ekonomi
Dampak samana Santa
bagi perekonomian Larantuka sangat besar. Menjelang hari raya Paskah kota
Larantuka yang berada di pesisir pantai dengan suhu yang diatas 30 derajat
disesaki oleh lautan manusia yang datang dari berbagai pelosok daerah dan tak
sedikit pula yang berasal dari luar negeri. Selain dari pada itu, menjelang
Samana Santa, hotel-hotel di Larantuka selalu penuh. Oleh karena itu, banyak
peziarah harus menginap di rumah-rumah penduduk karena tidak kebagian hotel. Jumlah
peziarah yang hadir kira-kira 5000 orang tiap tahunnya. Pada tahun 2012 di antara
sekian banyak peziarah yang
hadir juga terlihat mentri
perdagangan dan pariwisata, Mari Elka Pangestu yang meluangkaan waktu untuk
mengikuti rangkaian upacara Semana Santa ini. Dengan banyaknya peziarah dapatlah dikatakan
bahwa selain menjadi sumber pendapatan daerah, juga bisa menjadi berkah bagi
para penjual makanan (jagung titi,
buah-buahan, dll) dan penjulan souvenir (patung Tuan Ma, Rosario dan air berkat yang
diisi dalam patung-patung, dll).
b.
Politik
Secara nasional,
Samana Santa juga mempengaruhi kebijakan pemerintahan. Pada pemilihan legislatif pada tahun 2009, di NTT
terjadi kehebohan, karena pemilihan terjadi persis pada hari Kamis Putih. Masyarakat
merasa pemerintah melakukan diskriminasi terhadap orang Kristen. Aksi protes pun
muncul di mana-mana dan yang paling kuat penolakan itu berasal dari Larantuka
karena pada hari itu mereka akan memulai prosesi samana Santa. Pemerintah
daerah berusaha berkonsolidasi dengan penerintah pusat, agar Larantuka
memperoleh dispensasi. Akhirnya, komisi pemilihan umum Daerah Nusa Tenggara
Timur mengundurkan jadwal pemilihan umum 2009 di Kabupaten Flores Timur dan
Lembata, pemilu di dua kabupaten ini baru diadakan pada 14 april 2009.
Dalam skala lokal,
Semana Santa menjadi ajang bagi para calon kepala daerah dan legislatif
untuk memperkenalkan diri, sebab yang
hadir dan terlibat dalam kegiatan itu, masyarakat yang hadir tidak hanya
berasal dari kalangan Katolik tetapi juga berasal dari kalangan Muslim. Dengan adanya
kegiatan ini, para calon sungguh-sungguh memanfaatkan kesempatan untuk
memperkenalkan diri mereka dengan cara memberi bantuan-bantuan. Dengan ini para calon kepala daerah dan
legislatif menggunakan moment yang bermakna ini sebagai ajang promosi diri.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upacara Semana
Santa yang diadakan ini merupakan upacara budaya dan agama. Oleh karena itu kegiatan Semana Santa tidak dapat dilepaspisahkan dengan berbagai aspek
kehidupan sosial masyarakat di Larantuka. Kegiatan ini pun
menjamin kehidupan masyarakat Flores Timur di masa yang akan datang.
3.2 Pesan
Berbagai macam kegiatan yang
dilakukan dalam upacara semana santa sungguh sangat menyentuh hati para
peziarah. Peziarah sungguh yakin bahwa dengan mengikuti kegiatan seperti ini,
segala permohonan mereka akan dikabulkan. Oleh karena itu, melalui paper ini
kami mengharapkan agar para peziarah maupun para penduduk asli atau singkatnya
semua orang yang mengikuti upacara semana santa sungguh-sungguh mempertahankan tradisi
yang sudah dibina sejak sekian tahun yang lampau.
DAFTAR PUSTAKA
Clifford, Geertz.,
1992 Kebudayaan Dan Agama, Bab I “Agama
Sebagai Sebuah Sistem Kebudayaan”, Jogjakarta, Kanisius.
Fernandez, Yohanes,
2007 Panduan
Prosesi Jumat Agung Larantuka, [...], [...].
Sabon, Max Boli.,
2002 Penelitian
Penggunaan Keputusan Hakim Desa Tentang Perkara Perdata Adat dalam Keputusan
Pengadilan Negri di Indonesi, Jakarta.
Tukan, Johan Suban.,
2001 Prosesi
bersama Tuan Ma dan Tuan Ana, YPPM dan Pahala Kencana, Jakarta.
Wawancara dengan:
Ø Bapak
Fransiskus Diaz yang berdomisili di Larantuka,
Ø Bapak
Kristoforus Tedjokusumo yang berdomisili
di Jogjakarta dan
Ø Bapak Paulus Uran dan Semau Odjan yang berdomisili di Larantuka
Selain
dari pada itu, beberapa anggota dari kelompok kami menjadi sumber utama karena
berasal dari Flores Timur (Larantuka) yang pernah menyaksikan dan mengikuti
upacara semana santa, yakni:
Ø
Firminus
Aloy K. Hewen
Ø
Yusuf
Freinademetz Hopelewo Uran
Ø
Nikolaus
Lusi Uran
[1] Max Boli
Sabon, Penelitian Penggunaan Keputusan
Hakim Desa Tentang Perkara Perdata Adat dalam Keputusan Pengadilan Negri di
Indonesi, Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Jakarta 2002, 159.
[2] Max Boli
Sabon, Penelitian Penggunaan Keputusan
Hakim Desa Tentang Perkara Perdata Adat dalam Keputusan Pengadilan Negri di
Indonesi, Jakarta 2002, 19.
[3] Johan
Suban Tukan, Prosesi bersama Tuan Ma dan Tuan Ana, YPPM
dan Pahala Kencana, Jakarta, 2001, 79.
[4] Yohanes
Fernandez, Panduan Prosesi Jumat Agung
Larantuka, 77.
[5] Yohanes
Fernandez, Panduan Prosesi Jumat Agung
Larantuka, [...], [...], 2007, 26.
[6] Yohanes
Fernandez, Panduan Prosesi Jumat Agung
Larantuka, 19-20.
[7] Clifford Geertz, Kebudayaan Dan Agama, Bab I “Agama
Sebagai Sebuah Sistem Kebudayaan”, Jogjakarta, Kanisius 1992, 386.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar